genkepo.com – Dalam dunia yang sering menuntut kita untuk selalu terlihat bahagia, muncul fenomena bernama toxic positivity. Sikap positif yang berlebihan ini bisa memberi dampak negatif bagi kesehatan mental seseorang, seolah memaksa orang untuk berpura-pura bahagia meski berjuang dengan emosi lain.
Toxic positivity membuat banyak orang merasa terasing dan tidak dipahami saat merasa sedih atau tertekan. Fenomena ini perlu disadari dan diatasi agar bisa kembali merasa nyaman dengan perasaan yang sesungguhnya.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sikap yang sering kita jumpai di media sosial maupun interaksi sehari-hari. Dalam fenomena ini, seseorang berusaha menutupi atau mengabaikan emosi negatif dengan berpegang pada pemikiran positif yang ekstrem.
Sebagai contoh, saat menghadapi kegagalan, sering kali kita mendengar komentar seperti ‘tetap semangat!’ atau ‘semua ini akan berlalu!’. Meskipun niat baik, ucapan ini sering kali mengabaikan perasaan sejati individu yang mengalaminya.
Perilaku ini tidak hanya menekan emosi negatif, tetapi juga cenderung menciptakan rasa bersalah pada individu yang merasa tidak mampu mengatasi kondisi emosional mereka. Sehingga, mereka lebih memilih menyembunyikan perasaan dan berpura-pura bahagia.
Dampak Negatif Toxic Positivity
Dampak toxic positivity bisa sangat serius dan merugikan. Ketika seseorang terpaksa untuk selalu positif, mereka mungkin mengalami stres yang semakin besar karena tidak ada ruang untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur.
Dalam jangka panjang, ini dapat berujung pada masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan. Mengabaikan emosi negatif bukan solusi, melainkan merangkul dan membicarakan perasaan tersebut dengan orang terdekat adalah langkah yang lebih sehat.
Selain itu, toxic positivity juga bisa merusak hubungan sosial. Ketidakmampuan untuk berbagi perasaan sebenar mengakibatkan jarak emosional antara individu dan orang-orang di sekitar mereka.
Menghadapi Toxic Positivity
Langkah pertama dalam menghadapi toxic positivity adalah dengan menyadari keberadaannya. Dengan mulai memperhatikan sikap kita atau orang lain dalam merespons emosi negatif, kita dapat mengubah pola pikir tersebut.
Salah satu cara yang dapat membantu adalah dengan mendorong terbukanya komunikasi. Menciptakan ruang aman di mana seseorang merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik itu kesedihan atau kekecewaan, memungkinkan mereka untuk lebih terbuka.
Penting juga untuk menjadi pendengar yang baik. Memberikan dukungan emosional tanpa menghakimi dan menerima bahwa semua orang berhak merasakan berbagai macam emosi, baik positif maupun negatif, adalah langkah yang bijak untuk menciptakan lingkungan yang sehat.