Budidaya Udang Vaname di Indonesia di Tengah Ancaman White Feces Syndrome

Budidaya Udang Vaname di Indonesia di Tengah Ancaman White Feces Syndrome

genkepo.com – Budidaya udang vaname di Indonesia tengah mengalami perkembangan yang pesat, tetapi ancaman penyakit seperti White Feces Syndrome (WFS) menjadi tantangan serius bagi para pembudidaya.

Penyakit ini telah menyebabkan angka kematian yang signifikan pada udang, terutama di Kabupaten Pasuruan, yang merupakan lokasi banyaknya laporan mengenai dampak yang diakibatkan oleh wabah ini.

Apa Itu White Feces Syndrome?

White Feces Syndrome (WFS) adalah penyakit yang menyerang sistem pencernaan udang, ditandai dengan kemunculan feses berwarna putih di permukaan air tambak.

Gejala lain yang mengindikasikan adanya WFS antara lain hepatopankreas yang pucat, saluran pencernaan yang kosong, pertumbuhan yang lambat, dan penurunan nafsu makan udang. Penyakit ini sering menyerang pada tahap pertumbuhan akhir dan dapat menyebabkan kematian massal pada populasi udang dalam waktu singkat.

Penelitian di Pasuruan: Temuan Menarik

Dalam penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Dr. Woro Hastuti Satyanini, Ir., M.Si, dosen Akuakultur di Fakultas Perikanan dan Kelautan Unair mengungkapkan temuan yang mencolok terkait tingginya angka kematian udang akibat WFS.

Gejala penyakit mulai muncul pada umur pemeliharaan 22 hari (DOC 22) di Desa Gerongan, sedangkan di Kalianyar, gejala mulai terlihat pada DOC 51. Melalui Next-Generation Sequencing (NGS), peneliti menemukan dominasi bakteri patogen seperti Photobacterium damselae, Vibrio vulnificus, dan Vibrio coralliilyticus pada udang yang terinfeksi WFS.

Pencegahan dan Manajemen Penyakit

Beberapa faktor lingkungan, termasuk suhu air, salinitas, dan kualitas oksigen ikut berkontribusi pada kemunculan WFS, di mana musim panas dan fluktuasi suhu yang drastis dapat menyebabkan stres pada udang.

Mengingat belum ada pengobatan spesifik untuk WFS saat ini, langkah pencegahan yang efektif sangat diperlukan. Di antaranya adalah menjaga kualitas air tetap stabil, memberikan probiotik untuk keseimbangan mikrobiota usus, serta menerapkan biosekuriti dengan membatasi akses ke tambak dan sterilisasi peralatan.

BACA JUGA:  Guru Madrasah Diniyah Menolak Denda dan Mengajarkan Makna Pengikhlasan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *