genkepo.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini masih mengusut kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun dan belum menetapkan tersangka. Di antara para saksi yang telah diperiksa, ada potensi Nadiem Anwar Makarim dan beberapa pihak lainnya bisa menjadi tersangka.
Penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyatakan lebih dari 50 orang telah diperiksa dalam pengusutan ini, dan di antara mereka ada empat orang yang dikenakan status cegah untuk bepergian ke luar negeri.
Pemeriksaan Saksi dan Status Cegah
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan bahwa empat saksi dengan status cegah antara lain adalah Nadiem Anwar Makarim, Fiona Handayani, Ibrahim Arief, dan Jurist Tan. Keempat saksi ini telah diperiksa berkali-kali sebagai bagian dari proses penyidikan.
Nadiem, yang menjabat sebagai Mendikbudristek dari tahun 2019 hingga 2024, dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan kedua. Sementara itu, Fiona dan Ibrahim telah memberikan keterangan lebih dari empat kali, sedangkan Jurist Tan telah mangkir dari pemeriksaan karena pergi ke luar negeri.
Potensi Tersangka di Antara Saksi
Dalam pengusutan ini, penyidik mengindikasikan bahwa para saksi yang terkena pencegahan dapat berubah status menjadi tersangka, bergantung pada alat bukti yang berhasil dikumpulkan. Harli Siregar menjelaskan, “Nah apakah kemungkinan dalam perkara ini saksi-saksi yang sudah dilakukan pencegahan dan pencekalan akan berubah statusnya menjadi tersangka? Semuanya itu mungkin jika alat-alat bukti dari penyidikan ini cukup.”
Tim penyidik Jampidsus terus bekerja untuk mengumpulkan bukti-bukti penting sebelum menetapkan tersangka. Harli menambahkan, “Jadi berbagai pendapat selama ini mengapa belum ada penetapan tersangka, ya karena memang saat ini, itu yang dikerjakan oleh penyidik (menemukan tersangka).”
Isu Pengadaan dan Penggunaan Anggaran
Kasus pengadaan ini menyangkut penggunaan anggaran Rp 9,9 triliun dalam program digitalisasi pendidikan yang berjalan dari tahun 2019 hingga 2023, dengan fokus utama pada pengadaan laptop Chromebook. Diduga ada pengkondisian yang melibatkan sejumlah vendor penyedia barang dalam proses tender tersebut.
Proses pengadaan yang terjadi dinilai bermasalah karena dilakukan langsung oleh pejabat Kemendikbudristek, tanpa melibatkan sekolah-sekolah yang seharusnya mengajukan kebutuhan melalui pemerintah daerah. Terdapat laporan mengenai praktik mark-up, di mana harga laptop Chromebook yang seharusnya dianggarkan sekitar Rp 5 hingga Rp 7 juta, namun dalam pelaksanaannya mencapai Rp 10 juta per unit.