Pembahasan RUU KUHAP Menuai Kritikan dari Berbagai Pihak

Pembahasan RUU KUHAP Menuai Kritikan dari Berbagai Pihak

genkepo.com – Komisi III DPR RI baru saja menyelesaikan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan total 1.676 poin dalam waktu dua hari, pada 9-10 Juli 2025.

Namun, langkah cepat ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat sipil dan aktivis hukum yang menilai proses tersebut terburu-buru dan kurang melibatkan masukan publik.

Proses Pembahasan RUU KUHAP

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa sudah saatnya RUU KUHAP diperbaharui karena ‘KUHAP sekarang tidak adil dan harus segera diganti dengan KUHAP yang baru.’ Ia menegaskan pentingnya menyelesaikan proses ini untuk menanggapi berbagai perubahan yang terjadi.

Wakil Menteri Hukum, Edward OS Hiariej, turut mendukung pendapat tersebut dan menjelaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP wajib diselesaikan tahun ini, mengingat bahwa KUHAP berhubungan langsung dengan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Dalam rangka itu, Habiburokhman juga menjelaskan pembentukan Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang bertugas untuk mengevaluasi dan memperbaiki revisi dalam RUU ini.

Kritik Terhadap Proses dan Isi RUU

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berpendapat bahwa proses pembentukan RUU ini sangat ‘ugal-ugalan’ dan dianggap ‘penuh pelanggaran terhadap prinsip negara hukum.’ Mereka mendesak agar DPR dan pemerintah menghentikan proses ini serta mengindahkan masukan dari masyarakat.

Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) juga menyoroti pentingnya membuka dialog yang lebih luas mengenai pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RUU ini.

Sejumlah peneliti dan aktivis hukum dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan bahwa RUU KUHAP akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat ketika berhadapan dengan aparat hukum.

BACA JUGA:  Berbicara dengan Diri Sendiri: Tanda Stres atau Kebiasaan Normal?

Pasal-Pasal Bermasalah dalam RUU KUHAP

Salah satu pasal yang menuai kontroversi adalah Pasal 5 huruf d, yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk ‘mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,’ yang dinilai berpotensi untuk disalahgunakan.

Pasal 16 juga menjadi sorotan, karena mencakup metode pemeriksaan seperti ‘pembuntutan’ dan ‘penyerahan di bawah pengawasan’, yang dianggap berlebihan dan bertentangan dengan prinsip hukum yang ada.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP mengritik Pasal 90 yang mengatur penangkapan tanpa batas waktu, yang berisiko menciptakan penyalahgunaan wewenang.

Selain itu, pasal-pasal seperti Pasal 93 ayat 5, yang memungkinkan penangkapan atas alasan ‘menghambat proses pemeriksaan,’ dan Pasal 106 ayat 4, yang memperbolehkan penggeledahan tanpa izin dari pengadilan, juga menjadi sorotan karena berpotensi disalahgunakan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *