Pemerintah Terbitkan Aturan Baru Tentang Penertiban Tanah Telantar

Pemerintah Terbitkan Aturan Baru Tentang Penertiban Tanah Telantar

genkepo.com – Mulai tahun 2021, pemerintah Indonesia meluncurkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 yang mengatur tentang penertiban kawasan dan tanah telantar. Aturan ini memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengambil alih tanah yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut, termasuk tanah bersertifikat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, menegaskan bahwa kebijakan penertiban tanah ini kini mendapat perhatian luas publik setelah pernyataannya mengenai mekanisme pengambilalihan tanah yang terbengkalai.

Ketentuan dan Proses Pengambilan Alih Tanah

Rencana pemerintah untuk mengimplementasikan pengambilalihan tanah yang tidak terpakai melibatkan pengawasan ketat serta pemberian surat peringatan kepada pemilik lahan. Menurut Nusron, “Terhadap yang sudah terpetakan dan bersertifikat, manakala sejak dia disertifikatkan dalam waktu dua tahun tidak ada aktivitas ekonomi maupun pembangunan, pemerintah wajib memberikan surat peringatan.”

Proses pengambilalihan dimulai dengan pengiriman hingga tiga kali surat peringatan. Jika pemilik tanah tidak merespons dalam waktu 587 hari setelah peringatan pertama, tanah tersebut dapat ditetapkan sebagai tanah telantar dan akan masuk dalam program reforma agraria.

Nusron juga menambahkan bahwa mekanisme pengambilan alih tanah dirancang dengan durasi yang cukup panjang, diharapkan seluruh proses berjalan stabil dan terarah dalam waktu hampir empat tahun sejak penerbitan hak atas tanah.

Indikator Tanah yang Dapat Dikenakan Penertiban

PP Nomor 20 Tahun 2021 mencantumkan beberapa indikator yang menjadikan suatu tanah bisa dikenakan penertiban. Tanah yang dikuasai oleh masyarakat atau pihak lain tanpa dasar hukum serta tidak memenuhi fungsi sosial termasuk dalam kategori ini.

Kebijakan ini juga berlaku untuk tanah dengan hak guna bangunan dan hak guna usaha yang tidak dimanfaatkan. Jika tanah tidak digunakan selama dua tahun berturut-turut setelah pengeluaran hak, maka tanah tersebut dapat menjadi sasaran penertiban.

BACA JUGA:  Menemukan Ketenangan Melalui Jalan Sendiri

Nusron menegaskan bahwa ‘tanah hak milik bisa menjadi objek penertiban jika dibiarkan telantar’, karena pentingnya pemanfaatan lahan demi kepentingan masyarakat.

Prioritas Pengawasan dan Pengecualian

Dalam PP yang sama, terdapat enam kategori kawasan yang menjadi fokus pengawasan pemerintah dalam penggunaan lahan. Kategori tersebut mencakup sektor pertambangan, perkebunan, industri, pariwisata, perumahan, dan kawasan izin pengelolaan yang berhubungan langsung dengan pemakaian tanah.

Namun, aturan ini tidak berlaku untuk tanah adat dan tanah yang merupakan aset bank tanah. Nusron menyebutkan, “Saat ini, dari total 55,9 juta hektare lahan bersertifikat di Indonesia, terdapat 1,4 juta hektare yang sudah berstatus tanah telantar.”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *