Penipuan Modus Love Scamming Menimpa Staf Media Presiden Prabowo

Penipuan Modus Love Scamming Menimpa Staf Media Presiden Prabowo

genkepo.com – Kasus penipuan dengan modus love scamming kembali mengemuka setelah menimpa salah satu staf media Presiden Prabowo Subianto, Kani Dwi Haryani, yang mengalami kerugian hingga Rp48 juta. Polda Banten saat ini sedang menginvestigasi kasus ini, yang menggambarkan maraknya kejahatan siber di Indonesia.

Kasus ini menyoroti bahaya penipuan online yang menargetkan korban dari berbagai latar belakang. Penipuan dengan menggunakan identitas palsu ini juga menunjukkan pentingnya kewaspadaan terhadap interaksi daring.

Modus Operandi Love Scamming

Love scamming merupakan praktik penipuan daring yang memanfaatkan pencarian pasangan sebagai kedok. Dalam kasus ini, pelaku menggunakan identitas palsu untuk menarik perhatian Kani Dwi Haryani, yang berawal dari komentar di Instagram.

Pelaku yang diketahui bernama Marpuah, 21 tahun, berkomunikasi dengan korban mengaku sebagai mantan pilot melalui akun Instagram palsu bernama Febrian. Kombes Pol Yudhis Wibisana, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten, menyatakan perilaku penipuan ini seringkali disertai dengan cerita emosional yang dirancang untuk membuat korban merasa terikat.

Interaksi mereka berlanjut dalam beberapa bulan, di mana korban merasa semakin dekat dengan pelaku yang berupaya membangun kepercayaan.

Pola Komunikasi dan Permintaan Uang

Setelah beberapa waktu berkomunikasi, pelaku mulai meminta uang kepada Kani dengan sejumlah alasan. Dia mengklaim perlu meminjam Rp13 juta untuk administrasi kerja sepupunya, dan setelah itu meminta Rp35 juta untuk biaya pelatihan maskapai Emirates.

Komunikasi antara Kani dan pelaku dilakukan melalui WhatsApp, memunculkan keterikatan emosional yang semakin mendalam. Pengiriman karangan bunga oleh Kani ke alamat yang diakui pelaku sebagai rumahnya menandakan kedalaman kepercayaan yang telah dibangun.

Namun, rasa curiga mulai muncul ketika Kani mempertanyakan keaslian identitas pelaku dan situasi yang diceritakan, mendorongnya untuk memverifikasi alamat yang diberikan.

BACA JUGA:  Mengapa Terkadang Berhenti Peduli Menjadi Pilihan Terbaik untuk Kesehatan Mental

Penemuan dan Tindakan Hukum

Setelah memverifikasi alamat yang diberikan dan menemukan itu adalah alamat fiktif, Kani melaporkan penipuan ini kepada Polda Banten. Laporan ini menjadi langkah awal dalam pengungkapan kasus yang lebih besar mengenai penipuan online dan kejahatan siber.

Marpuah kini dihadapkan pada pasal 35 jo pasal 51 Undang-Undang ITE serta pasal 377 KUHP tentang penipuan. Jika terbukti bersalah, dia bisa menghadapi hukuman maksimum 12 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp12 miliar.

Yudhis Wibisana menegaskan pentingnya masyarakat untuk tetap waspada terhadap penipuan online dan melaporkan setiap tindakan mencurigakan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *