genkepo.com – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun 2025 diharapkan mencapai 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 662 triliun. Proyeksi ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani setelah melakukan rapat dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan pada 22 Juli 2025.
Kenaikan defisit ini disebabkan laporan penerimaan negara yang lebih rendah dibandingkan realisasi belanja negara, yang mengejutkan banyak pihak. Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menambahkan bahwa angka ini meningkat dari proyeksi sebelumnya yang hanya mencatat 2,53% PDB.
Proyeksi Defisit APBN 2025
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, ‘Kami menyampaikan bahwa tahun ini 2025 outlook dari APBN akan mencapai defisit 2,78% dari PDB.’ Peningkatan ini menjadi hal yang signifikan dan perlu dicermati dengan baik.
Besaran defisit yang diprediksi adalah Rp 662 triliun, meningkat drastis dari target awal yang ditetapkan sebesar Rp 616 triliun. Sri Mulyani menyebutkan bahwa kenaikan ini disebabkan oleh penerimaan negara yang lebih rendah dibandingkan belanja yang harus dikeluarkan.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap proyeksi dan realisasi anggaran tahun berjalan. Kenaikan defisit menjadi sinyal penting bagi pengambilan keputusan fiskal di tahun mendatang.
Laporan APBN dan Realisasi Penerimaan
Laporan APBN per Mei 2025 menunjukkan defisit mencapai Rp 21 triliun, yang setara dengan 0,09% dari PDB. Ini menjadi perubahan yang mencolok, terutama jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di mana APBN masih mencatat surplus sebesar Rp 4,3 triliun.
Pendapatan negara hingga Mei 2025 tercatat hanya mencapai Rp 995,3 triliun, yang berarti baru mencapai 33,1% dari target yang ditetapkan. Belanja negara pun mencatat angka yang lebih tinggi, mencapai Rp 1.016,3 triliun atau sekitar 28,1% dari target.
Dengan realisasi ini, pemerintah harus berusaha keras untuk memperbaiki hasil proyeksi agar tidak semakin memburuk menuju akhir tahun.
Kondisi Ekonomi dan Tantangan ke Depan
Peningkatan defisit ini menjadi indikasi besarnya tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. Ketidaksesuaian antara penerimaan dan belanja dapat menjadi pemicu kekhawatiran terhadap kestabilan ekonomi di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian.
Sri Mulyani dan timnya diharapkan untuk menghadapi tantangan dalam membuat kebijakan yang lebih efektif demi memperbaiki kondisi ekonomi. Hal ini penting agar ekonomi negara tetap berada pada jalur yang semestinya.
Kebijakan yang cermat dan tepat sasaran menjadi kunci untuk menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi, dan mencegah defisit anggaran semakin membengkak.